Thursday, June 22, 2017

MUI DAN SERTIFIKASI HALAL

Pertama tama sebagai umat Muslim dan penggemar kuliner berbentuk mie tentunya saya mengucapkan terima kasih atas rilis BPOM yang menyatakan bahwa dua produk mie Samyang U-Dong dan Kimchi impor dari Korea Selatan ternyata mengandung minyak babi, dan rilis ini tentunya menjelaskan bahwa kedua produk tersebut tidak layak konsumsi bagi umat Muslim yang jumlah penduduknya mendominasi negeri ini. Bersyukur hingga saat ini saya belum pernah mengkonsumsinya. Tapi tentunya yang harusnya berterima kasih tidak hanya saya seorang, melainkan para korporasi yang bergerak pula dalam bidang usaha produksi mie instant. Oplah persaingan pasar mereka tentunya hingga saat ini tidak (baca belum) terganggu dengan kehadiran produk produk import yang masih terkendala label "HALAL"

Hal yang membuat saya tergelitik untuk menulis adalah mengenai peran MUI yang notabene sebagai satu satunya lembaga yang berhak mengeluarkan sertifikasi halal. Hingga saat ini saya masih bingung akan status kelembagaan MUI. Bagaimana bisa sebuah lembaga warisan orde baru yang cenderung otokrasi memiliki hak untuk penarikan terhadap uang dari masyarakat yang mengurusi sertifikasi halal. MUI ini sebenarnya organisasi negeri apa swasta?

Masa berlaku sertifikasi halal adalah 3 tahun, dan harus mulai mengurus perpanjangan sejak 6 bulan sebelum masa berlakunya habis. Jadi, dalam lima tahun, pengusaha harus dua kali mengurus surat halal. Sekali pengurusan biayanya sebesar Rp 6 juta, sehingga bila ditotalkan bisa mencapai 12 juta dalam lima tahun. Apabila angka ini dikalikan dengan 40 juta pengusaha, maka hasil yang ditarik dari masyarakat dalam lima tahun mencapai Rp480 triliun. Jumlah yang cukup fantastis bukan...??

Saya menulis bukan karena menolak keberadaan MUI, saya hanya berharap agar MUI yang konon katanya adalah diwakili para ulama bersedia dengan besar hati untuk melakukan audit publik. Jangan sampailah sebuah lembaga keagamaan yang harusnya ngurusi kemashlatan umat malah menjadi organisasi komersil yang berada di balik kepentingan kepentingan duniawi. Dan yang tidak kalah penting, Pemerintah harusnya lebih tegas dalam memperjelas status MUI. Apakah ini lembaga negeri atau organisasi swasta?

sek sek, saya kok baru kepikiran klo Miras itu haraml. Tapi kenapa MUI tidak berusaha mendesak Pemerintah agar miras tidak boleh beredar di Indonesia? Harusnya MUI memaksa agar Pemerintah menutup pabrik pabrik miras, trus ini kemana Umat Islam bersatu kemarin ya? masalah penistaan agama ribut ribut kenceng, ini masalah barang haram beredar dari dulu sampe sekarang kok diem aja? Atau mungkin pandangan MUI berbeda tentang Miras, jadi mereka menganggap miras itu halal dan karena itu dibiarkan saja beredar sampai sekarang?

Saya sebagai seorang Muslim, bukan berarti membenci MUI atau mau menistakan para ulama. Saya berharap umat Muslim memberi contoh dan teladan pertama agar negeri ini menjadi lebih baik lagi. Saya suka sedih apabila ada yang mengepalkan tangan dan mengucapkan takbir dengan suara lantang. Mari sama sama menjadi agen Muslim, dan memberi pengertian bahwa Islam adalah agama yang santun.

 Bagus Rochadi


Batu, 27 Ramadhan 1438 Hijriah

0 comments:

Post a Comment

Bagus Rochadi. Powered by Blogger.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "